NEGERI VAN ORANJE (2015) REVIEW : Kisah Kasih Di Negeri Orang


Dengan setting luar negeri, biasanya para rumah produksi menyatakan eksklusifitas akan film yang digarapnya. Alih-alih mereka menggunakan konten dalam filmnya sebagai kekuatan, terlalu banyak rumah produksi yang hanya modal setting luar negeri pun mereka menjadikannya sebagai kekuatan utama dari sebuah film. Bahkan tiga film yang rilis pada Desember 2015 lalu, mereka menggunakan setting luar negeri sebagai kekuatan penjualan dari filmnya.
 
Salah satunya adalah Negeri Van Oranje, film garapan Endri Pelita yang diangkat dari novel best seller. Film yang dibuat oleh rumah produksi Falcon Pictures ini memiliki banyak sekali poin utama yang dijadikan sokongan promosi. Drama persahabatan, panorama indah kota Belanda, dan juga poin novel best seller. Pun, Negeri Van Oranje ditaburi para jajaran aktor aktris kelas A dengan paras tampan dan cantik yang juga memiliki massa di setiap namanya.

Dengan banyaknya taburan poin-poin yang bisa menjual film Negeri Van Oranje adalah sebuah tugas bagi Endri Pelita untuk mengemas film arahannya. Dan beruntung, Endri Pelita bermain aman ketika mengarahkan Negeri Van Oranje. Film ini masih memberikan esensi cantik dan manis akan sebuah kisah cinta dan persahabatan di negeri orang. Meskipun sumber permasalahan Negeri Van Oranje sering timbul dan tenggelam secara emosi dan terkadang mereka mencari cara untuk mencari masalah itu. 


Daus (Ge Pamungkas), Wicak (Abimana Aryasatya), Banjar (Arifin Putra), dan Geri (Chicco Jerikho), empat sahabat yang tak sengaja bertemu satu sama lain di sebuah stasiun kereta. Mereka kedinginan dan saling bercengkrama hingga akhirnya seorang wanita berparas cantik bernama Lintang (Tatjana Saphira) lewat di hadapan mereka. Hanya dari satu kejadian itu, mereka menjadi satu sahabat yang sangat akrab.

Tetapi, keempat pria yang ada di sekitar Lintang berusaha keras untuk saling memperebutkan hati Lintang. Mereka mencoba berbagai cara agar bisa menjadi lelaki pendamping Lintang. Hingga akhirnya, Lintang tahu dirinya dijadikan sebagai rebutan di saat Lintang sudah merasa nyaman bersahabat dengan mereka. Dan ketika pada saat itu, Lintang menikah dengan salah satu sahabatnya yang ternyata mampu menjawab pertanyaan hati Lintang. 


Dengan premis kisah persahabatan dan cinta, entah kenapa ini bisa menjadi poin menarik bagi calon penonton. Teringat dengan film arahan Rizal Mantovani, 5 Cm yang juga bisa menebus angka 2 juta penonton. Pun film itu memiliki poin-poin yang sama dengan Negeri Van Oranje, hanya saja bukan keindahan negeri orang yang menjadi kekuatan, tapi panorama indah alam negeri sendiri. Dan Negeri Van Oranje punya potensi yang bisa diharapkan sama dengan 5 Cm yang mendatangkan banyak penontonnya.

Negeri Van Oranje memiliki presentasi yang jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan 5 Cm. Presentasi manis dari Negeri Van Oranje muncul dari penulisan naskah adaptasi dari bukunya. Pun, dikemas dengan presentasi cerita yang menarik sehingga penonton tergugah untuk mengikuti isi cerita Negeri Van Oranje. Pintarnya adalah penggunaan alur mundur untuk menceritakan isi Negeri Van Oranje dan memberikan satu kalimat penting di awal cerita sehingga penonton ingin tahu jawaban dari kalimat yang diutarakan di awal filmnya.

Titien Wattimena selaku penulis naskah bertutur dengan lembut di sepanjang film. Menyelipkan kalimat-kalimat manis yang tak murahan yang membuat Negeri Van Oranje terlihat kuat. Hanya saja, ada satu poin yang terlewat dalam Negeri Van Oranje. Drama persahabatan yang menjadi poin utama di dalam filmnya malah membuat distraksi di antara poin kisah lainnya. Persahabatan keempat karakter di dalamnya masih terasa artifisial. 


Pertemuan mereka pun terkesan dibuat sebagai formalitas penuturan cerita bagaimana mereka bisa bertemu. Tetapi, mengapa mereka memiliki alasan agar terus menjalin hubungan sebagai sahabat tak bisa terasa nyata hadir dan dirasakan oleh penonton. Pun, hubungan keempat pria di dalamnya hanya sekedar rival untuk membangun relasi lebih dengan Lintang. Dan ini terlihat kontradiktif sebagai alasan mereka untuk bersahabat satu sama lain.

Jajaran aktor dan aktrisnya pun terlihat belum memiliki relasi yang kuat. Ikatan emosi kelima pemain utamanya sebenarnya sudah ada, hanya saja masih terlihat mentah. Hal itu juga yang memperlemah drama persahabatan yang menjadi sub plot utama dari film ini. Tetapi beruntung, Negeri Van Oranje tak terlalu menonjolkan poin itu karena mungkin sudah tahu hal itu akan menjadi kekurangan dan seharusnya ditutupi oleh sang sutradara. 


Bagusnya, Endri Pelita berusaha keras menutupi kekurangan yang dimiliki oleh filmnya. Untuk menumpulkan sensitivitas penonton akan kekurangan dari film ini, Endri Pelita menawarkan panorama-panorama indah di setiap sudut kota di negara belanda. Meskipun penggunaan fake lens flare itu terkesan berlebihan, tetapi tata kamera yang diarahkan berhasil membuat mata penonton dimanjakan oleh pemandangan-pemandangan indah itu. Negeri Van Oranje pun bisa digunakan sebagai medium perjalanan kecil melihat keindahan sudut-sudut kota di negeri Belanda.

Negeri Van Oranje bukanlah sebuah presentasi sempurna dari Endri Pelita dalam menuturkan sebuah kisah cinta dan sahabat. Ada kekurangan dalam pengembangan konflik persahabatan yang membuatnya kurang tampil percaya diri.  Tetapi, Endri Pelita berusaha keras agar mengemas Negeri Van Oranje bisa tampil dengan segar dan hangat. Dan hal itu dibantu dengan sokongan naskah adaptasi yang ditulis oleh Titien Wattimena. Juga, kepingan panorama indah sudut kota negeri belanda yang menjadikan Negeri Van Oranje sebuah perjalanan kecil menyusuri kota. 

Comments